Senin, 04 Maret 2013



Hutan Larangan Adat Kenegrian Rumbio
Dari sedikit tutupan hutan yang masih tersisa di Riau, hutan larangan Rumbio adalah secercah harapan yang tersisa. Hutan larangan Rumbio yang merupakan hutan adat dari Kenegerian Rumbio memang hanya sedikit kawasan dibanding kawasan konservasi lain. 

Namun jika dibandingkan kawasan konservasi resmi yang dipelihara pemerintah, seperti cagar alam atau suaka alam, Rumbio bisa dikatakan lebih baik. 

Apalagi hutan Rumbio tak dipelihara negara atau pun dalam pengawasan Unesco seperti Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu. Hanya adat Kenegerian Rumbio yang menjaganya.

Dalam peta rencana tata ruang wilayah (RTRW), kawasan hutan Rumbio termasuk dalam areal pemanfaatan langsung (APL). Tidak ada aturan perundangan yang melarang penebangan hutannya. 

Akan tetapi hutan adat yang memiliki luas 570 hektare ini relatif terjaga hingga saat ini. Bahkan sejak ratusan tahun lalu, hutan ini nyaris tak tersentuh dan menjadi hutan primer yang asli.

Saat kita memasuki kawasan hutan larangan Rumbio, nuansa hutan langsung terasa. Areal perbukitan dengan kontur tanah menanjak menjadi salah satu ciri khasnya. 

Udara sejuk langsung menyergap. Binatang hutan pun bernyanyi. Nyamuk mengerubung. Dari jalan aspal dan perumahan penduduk, jaraknya hanya sekitar 50 meter, hingga derap kehidupan dan laju kendaraan masih terdengar. 

Tapi memasuki hutan adat ini, semuanya berganti alami. Ada beberapa pohon karet di sekelilingnya, namun dalam jumlah kecil. Beberapa perkebunan karet warga memang menjadi areal penyangga hutan adat ini.   

Hutan adat Rumbio tidak terhubung dengan hutan lainnya. Di sekelilingnya sudah bertumbuhan perumahan penduduk dan perkebunan karet milik masyarakat. 

Jarak dengan hutan terdekat sejauh 5 Km, yakni hutan produksi terbatas (HPT) PT Batang Lipai Siabu yang luasnya mencapai ribuan hektare. Secara administratif, kawasan hutan ini terletak di empat desa yakni Rumbio, Padang Mutung, Pulau Sarak, Koto Tibun, semuanya di wilayah Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Riau. 

Sebagai hutan primer, hutan larangan Rumbio memiliki vegetasi yang asli dan beragam. Di antaranya yang paling besar adalah pohon kempas. Kempas di hutan ini ada yang mencapai diameter bawah hingga 2 meter, atau empat pelukan orang dewasa, bahkan lebih. 

Selain kempas, ada juga ara, arang-arang, bayas, cubadak hutan, jelutung, kandis, keruing, kulim, manau, manggis hutan, medang sendok, meranti, palem kipas, pulai, rambutan hutan, pinang hutan, gaharu, dan lainnya.

Sedangkan fauna di kawasan ini di antaranya rusa, babi, bajing, beruk, biawak, kijang, landak, simpai, trenggiling, tupai, ungko. Ada juga beberapa burung langka seperti rangkong, enggang, dantiung. 

Sabtu, 02 Maret 2013

           Mata Airnya Lebih Terkenal
               Dibandingkan desa

Keberadaan sumber mata air Bukit Sikumbang memberikan berkah sendiri bagi Desa Pulau Sarak, Kecamatan Kampar, Kampar. Mata air Sikumbang ini memberikan pendapatan bagi 40 persen warga yang sebelumnya berharap dari hasil hutan. Tidak hanya masyarakat, desa pun mendapat berkahnya. Setidaknya setiap bulan dari air ini terkumpul dana mencapai jutaan rupiah.

DESA Pulau Sarak tak terkenal jika dibandingkan dengan  mata air Bukit Sikumbang. Pasalnya selama ini 

masyarakat di kabupaten/kota di Riau lebih mengenal sebutan air dari mata air Bukit Sikumbang. Sikumbang sendiri sebutan masyarakat untuk hewan Harimau yang dianggap penunggu kawasan hutan larangan adat di desa itu.

Meskipun tak setenar nama air tersebut, akan tetapi Desa  Pulau Sarak diakui mampu mengelola alam terutama sumber airnya sehingga bernilai ekonomis dan bermanfaat untuk pembangunan desa. Bahkan untuk per bulannya jutaan rupiah diterima sebagai pendapatan desa dan diperuntukkan untuk pembangunan desa.

Keberadaan air dari sumber mata air Bukit Sikumbang yang awalnya satu tempat saat ini berkembang menjadi delapan tempat. Banyaknya sumber air ini, kata Kepala Desa Pulau Sarak, memberikan manfaat bagi masyarakat. ‘’99 persen masyarakat di desa kami ini memanfaatkan air dari sumber mata air Bukit Sikumbang,’’ ucap Kepala Desa Pulau Sarak, Erwin Saputra